Minggu, 03 Juli 2011

BISNIS SYARIAH : BISNIS DENGAN KEUNTUNGAN GANDA

Islam mewajibkan umatnya tidak hanya beribadah namun juga mencari rezeki untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal ini tampak dalam firman Allah SWT di bawah ini :
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar dan menuju kepadanya dan mereka tinggal¬kan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan? Dan Allah adalah sebaik-baik Pemberi rizki. (QS Al-Jumu’ ah : 10-11).

Ayat diatas menekankan pentingnya bekerja dengan cara yang diridhoi Allah SWT. Islam menekankan bahwa setiap orang akan mendapatkan hasil sesuai kinerjanya :
Dan tiap-tiap orang memperoleh hasil (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS Al-An’ aam : 132).

Dan bahwasanya seorang manusia tiada yang akan memperoleh kecuali selain apa (hasil) yang diusahakannya sendiri (QS an-Najm: 39).

Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan¬Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS At Taubah: 105)


Dalam firman yang lain Allah SWT menunjukkan bahwa perdagangan adalah cara bisnis yang dianjurkan dalam Islam sepanjang tanpa melanggar aturan Allah SWT.
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) beriman kepada Allah dan Rasul-Nya-lah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ’and. Itulah keberuntungan yang besar (QS Ash Shaff : 10 – 12).

Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari (yang dihari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.(QS An Nur :37)

Katakanlah, jika Bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di Jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang pasik.(QS At Taubah: 24)

Dari berbagai jenis pekerjaan, Islam mengutamakan berdagang. Berdagang selain mendapatkan keuntungan juga bisa meningkatkan lapangan kerja. Berdagang sebagai pekerjaan atau bisnis yang disarankan dalam Islam bisa dilihat dari hadist-hadist dibawah ini :
Berdaganglah kamu, sebab dari sepuluh bagian penghidupan, sembilan diantaranya dihasilkan dari berdagang. (Hadist)

Pernah Rasulullah ditanya oleh sahabat, Pekerjaan apa yang paling baik wahai Rasulullah?, Rasulullah menjawab, seorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih.(Hadist)

Allah mengasihi orang yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang (Hadits).


Dalam menjalankan pekerjaan, Islam memberikan beberapa tuntunan seperti :
1. Gigih Optimis Tidak Mudah Menyerah
Allah menjanjikan bahwa setelah kesulitan akan ada kemudahan sehingga tidak boleh cepat menyerah.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS al-Insyirah: 5-6)
2. Adil
Prinsip keadilan dalam bisnis menekankan bahwa dalam berbisnis tidak boleh ada pihak yang dirugikan
Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Dari ‘Aisyah r.a. Katanya : Rasulullah SAW masuk ke rumahku, lalu aku bercerita kepadanya. Kemudian beliau bersabda : Beli dan merdekakanlah. Sesungguhnya wala’ (kewalian) bagi siapa yang memerdekakan. (Hadist)


3. Jujur.
Islam mengajarkan agar segala sesuatu dilakukan dengan jujur dan tanpa menyembunyikan kekurangan produk hanya agar produk laku terjual. Penjualan yang dilakukan dengan menipu tidak akan mendapat berkah dari Allah SWT.
Beritahukanlah kepadaku (berdasarkan pengetahuan) jika kamu memang orang-orang yang benar.(QS Al-An’am:143).

Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar.( QS Al-Isra:35)

Apabila kamu menjual maka jangan menipu orang dengan kata-kata manis(Hadist).

Pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga) bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada (Hadits).

Hadist riwayat Hakim bin Hizam ra.: Rasullulah bersabda: Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah. Apabila mereka jujur dan mau menerangkan (keadaan barang), mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka. Dan jika mereka bohong dan menutupi (cacat barang), akan dihapuskan keberkahan jual beli mereka. (Shahih Muslim)

“Tidak halal seseorang menjual suatu perdagangan, melainkan dia harus menjelaskan ciri perdagangannya itu; dan tidak halal seseorang yang mengetahuinya, melainkan dia harus menjelaskannya.” (Riwayat Hakim dan Baihaqi)

Dari Abu Hurairah ra. Berkata, Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melewati seseorang yang menjual makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata beliau tertipu. Maka beliau bersabda, Bukan termasuk golongan kami orang yang menipu. (HR. Muslim)


4. Menepati Janji
Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya (QS Al Isra: 34).

Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu (QS Al- Maidah:1)

Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin harta dan jiwa mereka... Siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) Allah maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan. Dan itulah kemenangan yang besar

5. Pencatatan dan Dokumentasi yang baik :
Kewajiban untuk mencatat jika perdagangan dilakukan tidak secara tunai termuat dalam surat Al Baqarah ayat 282. Tidak hanya mencatat tetapi juga harus ada saksi untuk menghindari perselisihan dikemudian hari. Dalam bagian lain juga disebutkan bahwa seluruh perjanjian harus berdasarkan syariah. Jika perjanjian yang dibuat tidak sesuai syariah maka tidak layak untuk dijalankan.
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah dia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhan-nya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaanya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu) kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menuliskannya. Dan persilahkanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguhnya hal itu suatu kepasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS Al Baqarah: 282)

Bagaimanakah pikiran orang banyak, mereka mengadakan syarat-syarat yang tidak ada dalam Kitabullah. Barangsiapa mengadakan syarat yang tidak terdapat dalam Kitabullah, syarat itu batal. Walaupun ia mengadakan seratus syarat, syarat yang dibuat Allah lebih hak (benar) dan lebih kuat. (Bukhari).



6. Santun dan Menghargai Orang Lain
Islam mengajarkan agar berdagang dilakukan dengan santun dan saling menghormati. Sebagaimana salah satu hadist dibawah yang menceritakan bahwa dalam berdagang dilakukan dengan penuh tata krama dan menghargai orang lain.
Rasulullah lewat di depan sesorang yang sedang menawarkan baju dagangannya. Orang tersebut jangkung sedang baju yang ditawarkan pendek. Kemudian Rasululllah berkata; Duduklah! Sesungguhnya kamu menawarkan dengan duduk itu lebih mudah mendatangkan rezeki. (Hadits).

Salah satu hadist menceritakan bahwa jika suatu barang telah ditawar oleh orang lain, maka hendaknya peminat yang terakhir menunggu hingga ada keputusan atas tawaran penawar yang pertama.
Bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: “Janganlah seorang muslim menawar atas penawaran saudaranya.” (Hadis riwayat Abu Hurairah ra)

7. Bertanggungjawab
Islam mengajarkan bahwa setiap tindakan mengandung konsekuensi yang harus ditanggung oleh pelakunya.
“Barang siapa yang mengerjakan perbuatan baik maka (hasilnya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (balasannya) untuk dirinya sendiri, dan sekali-kali Tuhanmu tidaklah menganiaya hamba-hamba (Nya).

Islam mengizinkan mencari keuntungan selama tidak boleh berlebihan. Mencari keuntungan bahkan sangat dianjurkan karena peningkatan keuntungan akan meningkatkan zakat. Semakin besar zakat yang terkumpul dapat digunakan untuk menggerakkan perekonomian. Namun mendapatkan keuntungan tidak boleh dengan prinsip keuntungan sebesar-besarnya karena akan ada pihak yang dirugikan karena terpaksa membayar lebih besar dari seharusnya. Pentingnya mencari keuntungan yang wajar dapat dilihat dari firman Allah SWT berikut:
Tak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan-Mu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. (QS Al-Baqarah: 198)

Adapun larangan mengambil keuntungan yang berlebihan tegas dinyatakan sebagai berikut :
Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan harga, niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka kelak di hari kiamat.(Hadist)

Upaya mencari keuntungan dilakukan dengan menjauhi larangan Allah SWT seperti :
a. Riba
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al-Baqarah : 275)

Dari Abdullah bin Mas’ud ra. Berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu yang paling ringan adalah semacam dosa seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri” (HR. Ahmad).


b. Judi dan minuman keras
Bisnis menurut Islam berarti seluruh proses produksinya tidak boleh mengandung unsure judi dan minuman keras sebagaimana dalam ayat dibawah ini :
Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib, adalah perbuatan syaithan maka jauhilah perbuatan itu agar kamu beruntung. (QS Al-Maidah: 90)

c. Gharar (mengandung unsur ketidakpastian)
Setiap kontrak perdagangan harus jelas mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hal ini untuk menghindari kerugian salah satu pihak di kemudian hari.
Dari Abu Hurairah ra. Berkata, Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melarang jual beli gharar. (HR. Muslim 1513)


8. Monopoli
Dalam Islam, seluruh yang ada dibumi ini adalah milik Allah SWT. Oleh karena itu tidak dibenarkan jika ada segelintir orang yang menguasai sumber daya tertentu sehingga merugikan pihak lain.

Barangsiapa yang melakukan monopoli maka dia telah bersalah (Hadist)

Seorang tengkulak itu diberi rezeki oleh Allah adapun sesorang yang melakukan monopoli itu dilaknat. (Hadist)

9. Berlebih-lebihan
Pada prinsipnya semua sumber daya yang ada dianggap sebagai milik Allah SWT dan manusia hanya memanfaatkan saja. Pemanfaatan ini harus secara bijaksana dan efisien agar tidak merugikan pihak lain. Ini memang bisa mengurangi keuntungan, namun Allah mengingatkan agar umat Islam memiliki sikap ihsan (kemurahan hati) dan bekerja sesempurna mungkin.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS Al A’raf:31).

Allah Subhanahuwata’ala telah mewajibkan ihsan (kemurahan hati) atas segala sesuatu. (Hadist)

10. Merugikan pihak lain
Salah satu prinsip bisnis Islam adalah seluruh transaksi harus didasarkan pada kesepakatan seluruh pihak yang terlibat. Tidak boleh ada pihak yang mendapatkan keuntungan dengan cara merugikan pihak yang lain.
Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang batil. ( QS Al Baqarah: 188)

Dalam menjalankan bisnis sesuai syariah, seorang Pengusaha harus memiliki perilaku sebagai berikut:
• Shiddiq (benar dan jujur)
• Amanah (terpercaya)
• Fathanah (cerdas)
• Thabligh (komunikatif)

Pengusaha Islam perlu memastikan bahwa seluruh proses, baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai (value) sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip mu’amalah Islami.
Pembeda lain bisnis syariah dengan bisnis konvensional adalah kewajiban mengeluarkan zakat dari keuntungan yang didapat. Zakat perusahaan pada umumnya dianalogikan pada zakat perdagangan. Zakat perusahaan wajib dikeluarkan jika kepemilikan perusahaan dikuasai oleh muslim/muslimin, bidang usaha halal, aset perusahaan dapat dinilai, aset perusahaan dapat berkembang dan minimal kekayaan perusahaan setara dengan 85 gram emas.

BISNIS SESUAI SYARIAH
Islam telah menyatakan bahwa umat Islam wajib berusaha mencari nafkah. Dalam berusaha, pedagang boleh mengambil keuntungan. Islam tidak membatasi berapa besar keuntungan yang boleh diambil sepanjang tidak ada pihak yang dirugikan.
Tidak ada panduan baku tentang berbisnis secara Islam. Tidak ada ketentuan yang menyebutkan secara spesifik jenis usaha apa saja yang boleh atau tidak boleh menurut Islam. Semuanya didasarkan pada kaidah bahwa dalam bisnis (mu'amalah), apa yang tidak dilarang berarti diizinkan. Dengan demikian pengusaha muslim bisa masuk hampir keseluruh lini bisnis karena yang dilarang dalam Islam adalah bisnis yang mengandung unsur maysir, gharar, riba, hal yang haram atau bertujuan yang tidak baik.
Bisnis secara Islam berarti menggunakan cara produksi yang sesuai syariah, yaitu penggunaan semua sumber daya yang ada sesuai syariah Islam. Mulai dari modal, bahan baku, cara produksi, pengemasan, penetapan harga, cara pemasaran termasuk pemilihan karyawan.

Modal yang digunakan dalam bisnis Islam tidak boleh berasal dari sumber yang tidak sesuai syariah. Islam menyatakan bahwa jika mengetahui bahwa barang tersebut hasil curian, maka menggunakan barang hasil curian tersebut akan mendapat dosa yang sama dengan yang mencuri.
Barang siapa membeli barang curian, sedang dia mengetahui bahwa barang tersebut adalah curian, maka dia bersekutu dalam dosa yang cacat.” (Riwayat Baihaqi)

Jika pengusaha memutuskan membutuhkan tambahan modal dari bank, maka pengusaha Islam akan memilih meminjam dari bank syariah untuk menghindari riba. Pinjaman dari bank syariah umumnya menggunakan prinsip bagi hasil dimana jika untung yang diperoleh semakin besar, maka jumlah bagi hasil yang harus dibayar ke bank juga semakin besar.
Jika bisnis yang dilakukan merupakan kerjasama dengan beberapa orang, maka hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat harus jelas sejak saat memulai bisnis. Perjanjian hendaknya dibuat tertulis dan ada saksi yang mengetahui perjanjian itu, untuk menghindari kesalahpahaman di kemudian hari. Perjanjian yang dibuat juga harus sesuai dengan syariah Islam. Jika perjanjian yang dibuat bertentangan dengan syariah Islam, maka perjanjian itu dinyatakan tidak berlaku. Contohnya jika perjanjian itu ternyata menyembunyikan fakta yang merugikan salah satu pihak, dibuat dibawah tekanan atau terdapat bagian perjanjian yang bertentangan dengan syariah.

Pemilihan Karyawan. Pengusaha syariah sebaiknya memilih karyawan yang tepat untuk masing-masing bagian. Rasulullah SAW menyatakan apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya hari kiamat. Penempatan orang yang tepat di tempat yang tepat akan membuat proses produksi berjalan lebih baik dan efisien. Penghematan biaya bisa dilakukan dan hasilnya akan lebih baik. Karyawan yang bervisi syariah memiliki sikap bahwa bekerja bukan hanya semata-mata menjalankan tugas demi mendapatkan upah, namun juga sebagai ibadah untuk mengharap ridho Allah SWT. Kesadaran bekerja sebagai ibadah bisa menjadi salah satu benteng menghindari kecurangan dalam bekerja.
Pengusaha berkewajiban membayar upah yang pantas pada karyawannya. Islam mengajarkan agar upah karyawan dibayar sesuai dengan porsinya dan sesegera mungkin. Salah satu hadist bahkan menyebutkan agar pengusaha membayar gaji buruh sebelum keringatnya kering.
Upah karyawan rendah akan membuat kualitas kehidupan karyawan juga rendah. Dampaknya adalah kualitas umat Islam berkurang sehingga umat Islam akan menjadi besar dalam jumlah tapi kecil dalam kualitas.

Pemilihan Rekanan Kerja, Pengusaha syariah sebaiknya memilih rekanan yang memiliki visi yang sama bahwa bisnis tidak semata-mata mencari keuntungan duniawi tapi juga keuntungan dihari akhir nanti. Pengusaha Islam bisa memilih rekanan muslim atau non muslim selama dicapai kesepakatan bahwa bisnis akan dijalankan sesuai dengan syariah Islam.

Proses Produksi Dalam menjalankan proses produksi, pengusaha syariah harus memastikan bahwa keseluruhan proses memproduksi barang tidak bertentangan dengan nilai Islam. Tidak hanya penggunaan bahan baku yang halal, tapi proses produksinya pun harus sesuai syariah. Cara berproduksi dipilih yang paling baik agar pemakaian bahan baku efisien, dan tidak merugikan pihak lain. Contoh kerugian yang bisa dirasakan pihak lain adalah ketenangan terganggu karena proses produksi yang bising atau lingkungan tercemar oleh pembuangan limbah yang kurang baik. Cara berproduksi yang merugikan pihak lain dianggap sebagai cara produksi yang tidak sesuai syariah.

Pengemasan Produk. Salah satu faktor penentu keputusan konsumen untuk membeli adalah kemasan produk. Kemasan akan dinilai oleh konsumen bahkan sebelum merasakan fungsi produk itu. Oleh karena itu pengusaha perlu memikirkan dengan baik kemasan produknya. Kemasan produk juga bisa digunakan untuk menentukan segmen pembeli yang diharapkan. Jika produk akan dipasarkan pada konsumen kelas atas, maka kemasan yang digunakan sebaiknya mencitrakan produk yang berkualitas, memiliki citra lifestyle modern sehingga konsumen tidak sekedar merasa membutuhkan tapi juga menginginkan barang tersebut. Jika produk dipasarkan ke wilayah dengan konsumen yang sangat Islami, maka kemasan produk bisa menggunakan ornamen yang bernuansa Islam agar konsumen merasa dekat dengan produk ini.
Pengusaha syariah perlu menjaga agar kemasan yang dihasilkan tidak bertentangan dengan syariah Islam. Tampilan kemasan tidak membohongi konsumen baik dalam gambar maupun penjelasan.
Segmentasi Pasar, meski produk yang sesuai syariah bisa menjangkau semua segmen karena halal bagi semua pihak, namun pengusaha harus menentukan segmen konsumen mana yang diharapkan menjadi konsumen utama produknya. Segmentasi pasar bisa dibagi menjadi segmentasi geografi, segmentasi demografi, segmentasi psikografi, segmentasi tingkah laku. Segmentasi psikografi bisa dibagi menjadi status sosial, gaya hidup dan kepribadian (Kotler 1995).
Penentuan segmentasi konsumen akan menentukan harga jual produk dan metode marketing yang akan digunakan. Penentuan harga jual ditentukan oleh ongkos produksi ditambah dengan keuntungan yang ingin diraih. Islam tidak menentukan maksimal keuntungan yang boleh diambil oleh pengusaha selama tidak berlebihan. Penentuan harga jual selain ditentukan oleh ongkos produksi juga memperhitungkan segmen pasar yang ingin diraih. Sebelum menentukan harga, pengusaha sebaiknya sudah melakukan penelitian mengenai target market yang diharapkan. Jika dipasarkan di wilayah yang memiliki konsumen dengan kondisi ekonomi kuat, tidak sensitif dengan harga dan menekankan pada kualitas, maka pengusaha bisa menentukan harga jual dengan keuntungan yang lebih tinggi. Namun jika dipasarkan ke wilayah konsumen dari kalangan menengah dan sangat sensitif pada harga, maka penentuan harga yang tinggi akan membuat konsumen memilih produk pesaing. Untuk wilayah ini, sebaiknya produsen menetapkan harga yang tidak terlalu tinggi. Keuntungan diharapkan diraih dari volume penjualan yang banyak.

Strategi Marketing. Pengusaha menentukan strategi marketing yang akan digunakan setelah penetapan harga. Pemasaran bisa dilakukan secara besar-besaran melalui iklan di media cetak, televisi, media online, jejaring sosial atau hanya melalui mulut ke mulut. Seluruh cara marketing bisa dimanfaatkan sepanjang tidak bertentangan dengan syariah.
Prinsip pemasaran syariah adalah memasarkan produk dengan tidak menipu, tidak berlebih-lebihan atau menggunakan cara yang tidak sesuai syariah. Pemasaran produk syariah tentu tidak tepat jika menggunakan bintang iklan wanita dengan busana yang minim, atau menggunakan bintang iklan pria dengan dandanan wanita. Pemasaran produk hendaknya menggunakan ikon yang tidak bertentangan dengan syariah. Penggunan model iklan bisa dilakuukan dengan busana dan perilaku yang sopan, bahasa yang santun dan tidak menjelek-jelekkan pihak lain.
Materi iklannya tidak berlebihan dan tidak menyembunyikan fakta yang ada. Lokasi penempatan materi pemasaran dipilih bukan ditempat yang tidak sesuai syariah. Pengusaha harus mempertimbangkan agar biaya iklan tidak membuat produk tidak bisa dijual dengan harga wajar.

Keuntungan. Poin terpenting dalam bisnis syariah adalah, bisnis syariah bertujuan mencari keuntungan dengan cara yang disetujui Allah SWT. Pengusaha syariah tetap harus memikirkan keuntungan dalam menjalankan bisnisnya. Pengusaha syariah harus memiliki pengetahuan agama yang baik agar bisa mencari celah bisnis yang tidak melanggar syariah dan tetap menguntungkan.

Bisnis yang mendatangkan keuntungan akan menghasilkan zakat yang bisa digunakan untuk menggerakan ekonomi masyarakat sekitarnya. Kewajiban zakat bagi pengusaha muslim merupakan program CSR yang terbaik. Zakat yang disalurkan pada lingkungan sekitar, maka akan menimbulkan rasa memiliki dari masyarakat sekitar pada bisnis tersebut. Hal ini bisa mengurangi gesekan antara perusahaan dan lingkungan sekitar dan juga mengangkat kehidupan masyarakat disekitar perusahaan tersebut.
Manfaat lain zakat yang disalurkan dengan tepat bisa mengangkat kaum penerima zakat menjadi pemberi zakat. Sebaliknya jika pengusaha Islam menjalankan bisnisnya dengan tidak berhati-hati hingga merugi, bisa merubah posisi pengusaha tersebut dari pemberi zakat menjadi penerima zakat.


KESIMPULAN

Bisnis syariah adalah bisnis yang dilakukan dengan sumber daya, proses produksi dan cara pemasaran yang halal. Bisnis syariah berarti dilakukan dengan cara yang tidak merugikan salah satu pihak, tidak mengandung hal yang diharamkan Allah, seperti riba, judi, ketidakpastian dan unsur lain yang haram. Pengusaha Islam boleh melakukan segala jenis usaha selama tidak dilarang syariah. Pengusaha Islam sebaiknya memiliki pengetahuan agama yang baik agar mampu memilah strategi bisnis yang halal atau haram.
Berbisnis syariah tetap bertujuan mencari keuntungan. Namun keuntungan duniawi dianggap tak ada artinya jika tidak diikuti oleh keuntungan di hari akhir nanti. Oleh karena itu pengusaha Islam dalam menjalankan bisnisnya tidak bertujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, melainkan keuntungan yang sewajarnya.
Sepanjang tidak bertentangan dengan syariah, pengusaha Islam dapat memanfaatkan prinsip bisnis konvensional sebagaimana yang banyak berlaku sekarang. Termasuk dalam pemasaran. Pemasaran bisa dilakukan secara besar-besaran melalui iklan di media ceatk, televisi, media online, jejaring sosial atau hanya melalui mulut ke mulut. Seluruh cara marketing bisa dimanfaatkan sepanjang tidak bertentangan dengan syariah.
Salah satu pembeda penting antara bisnis syariah dan konvensional adalah kewajiban mengeluarkan zakat dari keuntungan yang didapat. Zakat merupakan CSR yang baik karena bisa meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat sekitar sehingga menimbulkan hubungan yang baik antara pengusaha dan masyarakat sekitar.


DAFTAR PUSTAKA

1. Achyar Eldine, Etika Bisnis Islam, www.Uika-Bogor.ac.id
2. Akhmad Nur Zaroni, “Bisnis Dalam Perspektif Islam (Telaah Aspek Keagamaan Dalam Kehidupan Ekonomi)”, Http://Stain-Samarinda.ac.id.
3. “Ayat-Ayat Dalam Al-Qur'an Yang Menjelaskan Tentang Bisnis”, Http://Bloggeranyar. Blogspot.Com
4. “Prinsip-Prinsip-Dasar-Dalam-Etika-Bisnis-Islam”, www.Zonaekis.Com
5. “Perdagangan-Dalam-Al-Quran”, www.Zonaekis.Com
6. “Al-Qur’an Mengajak Berbisnis, www.Zonaekis.Com
7. Hukum Dasar Dari Sistem MLM, www.Zonaekis.Com
8. Hidayat, “Muhammad, Pengantar Ekonomi Syariah”, Zikrul Hakim Jakarta, 2009.
9. Lukman Fauroni, “Rekonstruksi Etika Bisnis Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Iqtisad, Vol 4, No 1 (2003)
10. M. Suyanto, Etika Bisnis Islam, Http://Msuyanto.Com
11. Merza Gamal, “Konsep Bisnis Dalam Al-Qur’an”, Http://Groups.Yahoo.Com/ Group/Ekonomi-Nasional/
12. Naili Rahmawati, “Modal Produksi Dalam Konsep Ekonomi Islam”, www.Ekisonline.Com
13. Yusuf Qardhawi, “Halal dan Haram dalam Islam”, http://luk.staff.ugm.ac.id

Tidak ada komentar: